Si Semut yang Ramah

Efesus 4:32; 2 Korintus 3:2-3

Dahulu, bangsa lain mengenal Indonesia sebagai bangsa yang memiliki masyarakat yang ramah, sopan, dan saling tolong menolong. Namun, jika melihat realita yang terjadi pada saat ini, nampaknya predikat yang baik tersebut sudah mulai memudar, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Semisal, jika di desa para penduduk berlomba-lomba untuk bergotong royong dalam membantu tetangga sekitar atau lebih memilih menghabiskan waktu senggang mereka untuk melakukan kegiatan bersama tetangga lainnya. Penduduk di kota justru berlomba-lomba memasang pagar yang tinggi, tembok yang tinggi, buru-buru masuk rumah tanpa melihat atau menyapa tetangga, meski mengenal tapi pura-pura tidak mengenal, dll. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal ini, salah satunya adalah kesibukan. Kesibukan kerja dan aktivitas lainnya membuat kita merasa membuang-buang waktu untuk sekadar bersosialisasi dengan tetangga di sekitar kita.

Berbicara perihal keramahan, saya tertarik untuk belajar dari semut. Binatang kecil ini sudah lama mendapat predikat baik yaitu sebagai pekerja keras, suka bergotong royong, dan juga ramah. Sewaktu kecil, saya sering mengamati apa yang dilakukan oleh semut. Semut hidup berkelompok, selalu bekerja sama mengumpulkan makanan mereka, dan uniknya sesibuk apa pun mereka, mereka bisa menyempatkan waktu sekadar untuk berpapasan. Sekilas, mereka terlihat seperti sedang memberi ciuman, tetapi tidak tahu pasti apakah benar demikian. Yang jelas, ini adalah bentuk keramahan dari semut-semut tersebut. Sampai saat ini, di mana saya sudah beranjak dewasa, perilaku semut tidaklah berubah. Predikat baik seperti yang disebutkan di atas, tetap ada pada si semut.

Seharusnya keramahtamahan juga menjadi predikat setiap orang percaya. Sebab, keramahtamahan merupakan bagian penting dari sikap hidup orang percaya, sebagaimana tertulis dalam Ef 4:32. Perihal ini, Tuhan Yesus sudah memberikan teladan kepada kita. Semasa pelayananNya di dunia, Ia telah menunjukkan keramahtamahanNya kepada semua orang. Tidak hanya kepada orang-orang percaya yang mengikutiNya, tapi juga kepada orang-orang berdosa, tertolak, dan terkucilkan. Sehingga, tindakanNya tersebut tidak jarang dikritik dan dihujat oleh pemuka-pemuka agama ketika itu.

Mungkin kesibukan telah membuat kita melupakan hal penting ini. Tetapi, saat ini kita bersyukur karena firman Tuhan telah mengingatkan kepada kita kembali, sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya. Ketahuilah, keramahtamahan adalah kesempatan bagi kita untuk menyampaikan kasih Kristus kepada sesama, Tuhan pun telah menyediakan upah bagi setiap kita yang tidak pernah jemu-jemu untuk berbuat kebaikan. Jadikanlah keramahtamahan sebagai predikat kita, bukan hanya karena kita orang Indonesia, terpenting karena kita adalah anak-anak Tuhan.

================================================================

Makin panjang penjelasannya, makin banyak kebohongannya. – Pepatah Cina