Kisah Para Rasul 15:32-33
Kata “nabi” di dalam bahasa Ibrani adalah navi, dan di dalam bahasa Yunani adalah prophetes. Secara harfiah artinya juru bicara. Nabi PB adalah orang-orang yang memberitakan dan menafsirkan firman Tuhan dengan kuasa Roh Kudus. Mereka dipanggil oleh Tuhan untuk mengingatkan, menasihati, menghibur, dan membangun umat Tuhan. Kadang-kadang mereka adalah “pelihat” yang menubuatkan tentang masa depan (Kis 11:28; 21:10-11). Nabi PB juga dipanggil untuk menyingkapkan dosa, memberitakan kebenaran, mengingatkan akan datangnya penghakiman, dan memberantas keduniawian serta kesuaman di dalam gereja. Tugasnya memang “menyentil telinga”, maka seorang nabi harus siap menghadapi risiko ditolak jemaat.
Silas adalah salah seorang nabi di antara umat Tuhan di Yerusalem. Sebagai nabi, dia telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dukungan para rasul, penatua-penatua, dan jemaat untuk mengutusnya adalah bukti nyata bahwa dia nabi yang benar. Sangat mungkin dia juga dikenal oleh jemaat di Antiokhia. Di Antiokhia pun, Silas tetap menunjukkan dirinya sebagai seorang nabi. Dia menasihati dan menghibur jemaat, “Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka.” (Kis 15:32). Menariknya, tidak ada penolakan dari jemaat di Antiokhia terhadapnya. Bukti Silas tidak ditolak di Antiokhia, yang pertama adalah dia bisa berada di situ dalam waktu yang lama. Yang kedua, setelah cukup lama, jemaat melepasnya pulang dalam damai. Yang ketiga, justru Silas memutuskan untuk tinggal di situ. Di sini bisa dilihat adanya kecocokan antara Silas dan jemaat di Antiokhia. Seperti peribahasa Jawa “tumbu oleh tutup”, atau bakul ketemu tutup, yang artinya sebuah kecocokan di antara dua orang yang berteman. Di satu sisi, Silas adalah nabi yang benar, di sisi lain, jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang baik hatinya dan mempunyai kerinduan untuk bertumbuh. Maka, sangat pas ketika mereka bertemu.
Di dalam diri Silas ada semangat untuk kemurnian gereja. Ada pemahaman yang tajam terhadap bahaya ajaran sesat. Ada sikap ketergantungan yang mendalam pada firman Tuhan. Ada perhatian yang sungguh terhadap keberhasilan rohani umat Tuhan. Apakah hal-hal itu juga ada di dalam diri kita? Apakah hati kita merasa terganggu ketika ada ketidakkudusan di dalam gereja kita? Apakah kita menjadi orang yang peka terhadap adanya ajaran sesat? Apakah firman Tuhan mendapat tempat yang semestinya di dalam diri kita? Memang tidak mudah, tetapi harus. Ajaran sesat dengan berbagai macam bentuknya akan dengan mudah menyusup ke dalam gereja kita jika kebenaran firman Tuhan tidak ditegakkan. Kita adalah “nabi-nabi” Tuhan di zaman modern ini. Adalah keharusan untuk kita menjaga kebenaran tetap ada dan berfungsi di dalam diri kita. Itulah yang akan membuat kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah orang Kristen maupun non-Kristen.
Manna Sorgawi, 3 Januari 2012
Seorang Nabi
Kisah Para Rasul 15:32-33
Kata “nabi” di dalam bahasa Ibrani adalah navi, dan di dalam bahasa Yunani adalah prophetes. Secara harfiah artinya juru bicara. Nabi PB adalah orang-orang yang memberitakan dan menafsirkan firman Tuhan dengan kuasa Roh Kudus. Mereka dipanggil oleh Tuhan untuk mengingatkan, menasihati, menghibur, dan membangun umat Tuhan. Kadang-kadang mereka adalah “pelihat” yang menubuatkan tentang masa depan (Kis 11:28; 21:10-11). Nabi PB juga dipanggil untuk menyingkapkan dosa, memberitakan kebenaran, mengingatkan akan datangnya penghakiman, dan memberantas keduniawian serta kesuaman di dalam gereja. Tugasnya memang “menyentil telinga”, maka seorang nabi harus siap menghadapi risiko ditolak jemaat.
Silas adalah salah seorang nabi di antara umat Tuhan di Yerusalem. Sebagai nabi, dia telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dukungan para rasul, penatua-penatua, dan jemaat untuk mengutusnya adalah bukti nyata bahwa dia nabi yang benar. Sangat mungkin dia juga dikenal oleh jemaat di Antiokhia. Di Antiokhia pun, Silas tetap menunjukkan dirinya sebagai seorang nabi. Dia menasihati dan menghibur jemaat, “Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka.” (Kis 15:32). Menariknya, tidak ada penolakan dari jemaat di Antiokhia terhadapnya. Bukti Silas tidak ditolak di Antiokhia, yang pertama adalah dia bisa berada di situ dalam waktu yang lama. Yang kedua, setelah cukup lama, jemaat melepasnya pulang dalam damai. Yang ketiga, justru Silas memutuskan untuk tinggal di situ. Di sini bisa dilihat adanya kecocokan antara Silas dan jemaat di Antiokhia. Seperti peribahasa Jawa “tumbu oleh tutup”, atau bakul ketemu tutup, yang artinya sebuah kecocokan di antara dua orang yang berteman. Di satu sisi, Silas adalah nabi yang benar, di sisi lain, jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang baik hatinya dan mempunyai kerinduan untuk bertumbuh. Maka, sangat pas ketika mereka bertemu.
Di dalam diri Silas ada semangat untuk kemurnian gereja. Ada pemahaman yang tajam terhadap bahaya ajaran sesat. Ada sikap ketergantungan yang mendalam pada firman Tuhan. Ada perhatian yang sungguh terhadap keberhasilan rohani umat Tuhan. Apakah hal-hal itu juga ada di dalam diri kita? Apakah hati kita merasa terganggu ketika ada ketidakkudusan di dalam gereja kita? Apakah kita menjadi orang yang peka terhadap adanya ajaran sesat? Apakah firman Tuhan mendapat tempat yang semestinya di dalam diri kita? Memang tidak mudah, tetapi harus. Ajaran sesat dengan berbagai macam bentuknya akan dengan mudah menyusup ke dalam gereja kita jika kebenaran firman Tuhan tidak ditegakkan. Kita adalah “nabi-nabi” Tuhan di zaman modern ini. Adalah keharusan untuk kita menjaga kebenaran tetap ada dan berfungsi di dalam diri kita. Itulah yang akan membuat kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah orang Kristen maupun non-Kristen.
Manna Sorgawi, 3 Januari 2012