Akhir Kehidupan Yang Indah

Matius 19:30

Cinta bersemi di dalam penjara adalah sebuah judul artikel di surat kabar “Register”, Selasa, 28 Juni 2011. Kisah ini menceritakan pernikahan dua narapidana, Iftekhar Murtaza dan Marissa Star Bilotti, dalam penjara Santa Ana, California. Iftekhar seorang pemuda non-Kristen berusia 26 tahun, akan dikenakan hukuman mati atas pembunuhan tingkat pertama yang dilakukannya pada tahun 2007. Ia membunuh ayah dan saudara perempuan bekas pacarnya dengan cara yang sangat sadis, sementara sang ibu menderita luka parah. Sedangkan Bilotti gadis berusia 20 tahun, akan menjalani hukuman selama 32 tahun atas keterlibatannya membantu mantan pacarnya melakukan pembunuhan. Kedua sejoli itu bertemu di penjara, saling jatuh cinta, dan berkomunikasi melalui surat. Pada akhirnya dengan pertolongan pengacara, Senin, 27 Juni 2011, mereka melakukan pernikahan yang berlangsung selama 5 menit. Masing-masing keduanya membawa Alkitab. Ketika diwawancarai, Bilotti menyatakan, “Kami telah berjanji di hadapan Tuhan tidak akan pernah berpisah selain maut yang memisahkan. Kami saling bersurat dan kita berdua juga membaca Alkitab. Ibu saya memberikan saya sebuah Alkitab dan dia ingin saya menjelaskan Alkitab kepadanya.” Sementara Murtaza menyatakan, “Dia seorang yang sangat cantik, memiliki hati yang sangat baik. Kita hanya menyerahkan pada Tuhan untuk menyelesaikannya. Tuhan telah melakukan sebuah mujizat dengan mempertemukan kami berdua.”

Ini merupakan kisah cinta yang menyentuh hati. Murtaza, bermula dari seorang pemuda non-Kristen, juga pembunuh yang sadis. Namun bertemu dengan seorang gadis cantik yang membawanya pada akhir kehidupan yang indah karena berjumpa dengan Tuhan. Bilotti, pemudi yang menempuh jalan yang salah sehingga membawanya untuk hidup di penjara, namun mengalami pertemuan dengan Tuhan dan menjadi pemenang jiwa. Murtaza memang akan mengalami kematian di kursi mati, namun ia tidak akan mengalami kematian di Neraka. Kisah ini mengingatkan kita pada seorang penjahat yang tergantung di kayu salib bersama Yesus, namun mengalami keselamatan di akhir hidupnya. Kisah yang mengharukan perasaan kita akan kebesaran kasih pengampunan Tuhan, yang juga mengajarkan kebenaran bahwa akhir kehidupan jauh lebih penting dari sebuah permulaan. Hal ini yang dinyatakan Yesus dalam Mat 19:30. Banyak orang memulai hidupnya dengan tidak memercayai Tuhan, namun pada akhirnya mereka bertemu Tuhan, begitu pula sebaliknya.

Kasih Tuhanlah yang memampukan kita untuk tetap setia padaNya sampai akhir. Oleh karena itu, marilah kita terus menjaga agar kehangatan kasih dari Tuhan tetap berkobar dan akan menjamah kehidupan orang-orang di sekitar kita. Mari kita berhenti memandang rendah dan menghakimi orang berdosa, karena mereka juga adalah biji mata Tuhan.

Manna Sorgawi, 12 Januari 2012

Menderita Adalah Kehormatan

Matius 10:22-28; Yakobus 1:2-4

Menderita secara fisik atau batin karena iman kepada Kristus adalah paket yang harus siap kita pikul saat kita memutuskan menjadi muridNya. Mengapa? Karena Guru Agung kita sendiri pun sudah menjalani berbagai penderitaan selama Ia hidup sebagai manusia. “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya.” (Mat 10:24). Namun, kalau orang percaya menghadapi penderitaan dengan lapang dada, ini akan menjadi kesaksian yang berharga bagi dunia untuk memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang. Penderitaan memberi kesempatan bagi orang percaya untuk memanifestasikan kasih dan kemuliaan kuasa Tuhan.

Pada Agustus 2011 yang lalu, diberitakan di sebuah buletin bahwa dalam empat bulan terakhir ada tiga orang Kristen yang meninggal dunia di penjara militer di Eritrea. Mehari Gebreneguse Asgedom meninggal di pusat Militer Mitire karena mengalami penyiksaan dan menderita penyakit diabetes. Asgedom adalah anggota jemaat “Church of The Living God”. Kematian Asgedom disusul oleh kematian Mogos Hagos Kiflom, yang dikabarkan meninggal dunia kerena mengalami siksaan demi siksaan selama mendekam di penjara. Teklesenbet Gebreab Kiflom juga meninggal di pusat Militer Wia. Ia meninggal karena komandan penjara setempat menolak untuk memberinya bantuan medis, padahal ia sedang menderita malaria. Umat Kristen yang tadinya dipenjarakan di penjara yang tersebar di seluruh Eritrea telah dipindahkan ke penjara Mitire di timur laut negara itu.

Nasib orang percaya di Eritrea tidak jauh berbeda dengan orang percaya di negara Tirai Bambu, Cina dan negara-negara terisolasi lainnya. Ada banyak darah orang percaya yang tercurah sebagai martir bagi Kerajaan Sorga. Selama bumi masih berputar, penganiayaan dan pemberitaan Injil akan selalu hadir sebagai sebuah paket di bumi ini. Namun, sekuat apa pun usaha manusia untuk menghalangi orang percaya beriman kepada Yesus, semua usaha itu tidak mampu memunahkan iman orang percaya dari muka bumi ini.

Berita penderitaan yang dialami orang percaya di sebuah tempat akan membuat orang percaya di belahan dunia lain terbeban untuk mendukung, setidaknya dalam doa. Ini menunjukkan bahwa orang percaya di seluruh dunia terkoneksi di dalam satu tubuh Kristus dan Yesus adalah kepalanya. Karena itu anggota tubuh Kristus harus saling menopang.

Bagi murid Kristus yang sejati, menderita karena Dia adalah sebuah kehormatan. Inilah yang membentuk pola pikiran Yakobus sehingga ia berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-berbagai pencobaan.” (Yak 1:2). Kata “pencobaan” di sini berasal dari kata “peirasmos” (Yunani), yang artinya menguji dan membuktikan sifat atau integritas. Jadi, penderitaan atau penganiayaan akan memunculkan sifat, integritas, dan kualitas iman kita sebagai seorang murid Kristus.

Manna Sorgawi, 11 Januari 2012

<a href=”http://www.filehippo.com/download_ccleaner/”>Download CCleaner from FileHippo

Jangan Biarkan Dicuri Iblis

Lukas 9:37-43

Baru saja Yesus turun dari gunung “transfigurasi” di mana Ia, Musa, dan Elia  bertemu dalam cahaya kemuliaan, ketika seorang pria yang berbeban berat datang menghampiriNya. Pria itu adalah ayah dari seorang anak yang menderita karena diserang oleh roh jahat. Pria itu menceritakan penderitaan putranya, di mana roh jahat itu membuat putranya berteriak, tubuhnya tergoncang-goncang, dan dari mulutnya keluar busa. Anak ini bukan sekedar terkena sakit ayan atau epilepsi, Alkitab jelas menuliskan ia menderita sedemikian rupa karena di kuasai oleh roh jahat. Alkitab tidak menceritakan kronologi roh jahat itu masuk ke dalam hidup si anak, yang pasti roh jahat itu terus menerus menyiksanya secara fisik dan mental. Sebenarnya pria itu sudah minta murid-murid Yesus untuk melayani putranya, tetapi ia kecewa karena anak itu masih ada dalam kendali roh jahat. Setelah menegur para murid, Yesus minta anak itu dibawa kepadaNya.

Saat anak itu dibawa mendekat kepada Yesus, roh jahat yang ada di dalamnya bermanifestasi dengan cara membanting-banting tubuhnya. Melihat hal ini, Yesus langsung menghardik roh jahat itu dengan tegas, seketika itu juga keluarlah si jahat dan anak itu menjadi sembuh! Satu perintah yang keluar dari Yesus mampu mengusir roh jahat yang sekian lama menyengsarakan hidup si anak. Ini membuktikan bahwa Yesus memiliki otoritas atas seisi bumi, karena Dia adalah Tuhan atas semesta alam. Lebih luar biasanya, kuasa yang dimiliki Yesus ini juga diberikannya kepada setiap orang yang percaya kepadaNya (Luk 10:19). Ketika Yesus telah naik ke Sorga, otoritas sebagai anak kerajaan digunakan oleh para rasul dalam pelayanan-pelayanan mereka. Pemberian otoritas itu tidak berhenti sampai kepada rasul dan gereja mula-mula saja, sampai saat ini setiap orang percaya diberiNya kuasa yang sama.

Roh jahat atau kuasa kegelapan terus berupaya membuat hidup orang yang ditumpanginya menjadi tidak terkendali karena misi utamanya di dunia ini adalah untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan. Kuasa kegelapan akan terus berusaha untuk mencuri kesehatan, akal sehat, iman, berkat, masa depan yang cerah, dan berkat-berkat lainnya dari hidup manusia. Bagaimana supaya si jahat tidak bisa mencuri berkat yang seharusnya kita nikmati?

Yakobus memberi 2 langkah yang harus kita ambil agar si jahat tidak bisa mencuri, apalagi membinasakan hidup kita. “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” (Yak 4:7). Pertama, tunduklah kepada Tuhan, Si jahat akan lari manakala kita mendekatkan diri dan menundukkan diri kepada Tuhan. Jagalah kekudusan hidup dan bangunlah hubungan yang karib dengan Tuhan, maka kita akan hidup sebagai pengikut Kristus yang memiliki otoritas. Kedua, lawanlah Iblis dengan menggunakan nama Yesus yang berkuasa. Dalam peperangan rohani, sesekali kita harus menggunakan strategi offensive atau menyerang dengan senjata rohani, yaitu firman Tuhan dan nama Yesus.

Manna Sorgawi, 10 Januari 2012

Si Tegar Tengkuk

Keluaran 32:1-11; Amsal 28:14

Karen Hill sedang menikmati waktu luangnya berjalan di padang rumput, manakala ia melihat seekor sapi betina milik ayahnya memasukkan hidungnya ke dalam sebuah kaleng cat. Beberapa saat kemudian terlihat adegan lucu di mana si sapi mencoba berbagai cara untuk melepaskan kaleng cat itu, namun usaha yang dilakukannya tak juga berhasil.

Ketika ayah Karen mendekati untuk memberi pertolongan, si sapi yang sedang kesusahan itu malah berlari menjauh. Setiap kali didekati si sapi pun berlari dan berlari, kemudian beberapa orang pria dikerahkan untuk menangkapnya. Kejadian itu berulang-ulang terjadi sampai 3 hari lamanya. Si sapi yang keras kepala itu kini menyusahkan banyak pihak. Akhirnya, dengan menggunakan mobil pick up dan tali, regu penyelamat yang dipanggil berhasil menyudutkan, mengikat, dan melepaskan kaleng dari hidungnya. Sapi yang keras kepala itu tersiksa dalam waktu yang cukup lama karena kaleng cat itu membuatnya tidak bisa makan, minum, dan bernafas dengan leluasa. Si sapi hampir saja binasa dan dia tertolong oleh orang-orang yang gigih untuk menyelamatkannya.

Ada 2 pelajaran yang dapat kita petik dari si sapi yang keras kepala.

Pertama, sikap yang keras kepala tidak pernah membawa keuntungan apa pun, justru mendatangkan banyak kerugian. Orang Yahudi menganalogikan pribadi yang keras kepala atau tegar tengkuk dengan lembu yang dipakai untuk membajak tanah pertanian. Biasanya bajak ditarik oleh dua ekor lembu jantan dan mereka bekerja dipandu oleh si petani. Jika lembu itu tidak mau memikul kuk yang dipasang dan berjalan sesuai perintah si petani, mereka menyebut sapi itu si tegar tengkuk. Inilah gambaran orang yang keras kepala, yang selalu ingin berbuat sesuatu menurut pengertian dan keinginannya sendiri. Ia ingin semua orang memaklumi kekurangan, kemalasan, kesalahan-kesalahan yang kerap dilakukannya, atau apa saja yang membuat hatinya senang, tanpa memedulikan bahwa banyak tingkah lakunya yang menjadi batu sandungan. Orang yang keras kepala tidak memikirkan bahwa sebenarnya untuk menjalani hidup yang lebih lunak, dialah yang harus banyak merubah sikap dan perilakunya, dan bukan orang lain yang berubah untuk memakluminya.

Kedua, si tegar tengkuk harus diselamatkan dengan cara yang keras sehingga tidak binasa. Istilah tegar tengkuk dipakai Tuhan terhadap bangsa Israel yang tidak tunduk kepada perintahNya pada waktu mereka hidup di padang gurun. “Sebab Aku tidak akan berjalan di tengah-tengahmu, karena engkau ini bangsa yang tegar tengkuk, supaya Aku jangan membinasakan engkau di jalan.” (kel 33:3b). Tuhan kerap mengirim hukuman/ kekerasan untuk membawa bangsa Israel berbalik dari jalan yang jahat dan kembali menyembahNya.

Jadilah manusia bijak dengan memiliki hati yang lentur, yang bersedia dinasihati dan diubahkan. Dengan demikian, hidup yang berat akan lebih lunak dan kita lebih berbahagia.

Manna Sorgawi, 9 Januari 2012

Poligami dan Mormon

Matius 24:3-5; 2 Timotius 3:5-9

Pemimpin Gereja Mormon atau “The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints”, Warren Jeffs yang giat mengajarkan poligami kepada jemaatnya, divonis penjara seumur hidup. Pengadilan secara resmi memvonis Jeffs selama 119 tahun penjara atau hukuman penjara seumur hidup. Ia dinyatakan bersalah atas kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak dan karena menikahi anak di bawah umur dengan alasan imannya. Pria berusia 55 tahun itu terbukti menikahi anak-anak berusia 12 dan 14 tahun di Texas. Hakim semakin yakin Jeff bersalah setelah melihat bukti rekaman video yang menunjukkan ia memerkosa gadis lain yang usianya 12 tahun. Foto Jeffs mencium 2 gadis belia dan hasil tes DNA yang membuktikan bahwa Jeffs adalah ayah dari gadis berusia 14 tahun yang ia nikahi, menjadi bukti yang semakin memberatkannya.

Walaupun sudah divonis, tetapi Jeffs menuntut kebebasan untuk menjalankan agamanya dengan caranya sendiri. Jeffs berkukuh bahwa praktek poligaminya adalah legal secara spiritual. Dia membela diri dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah perintah Tuhan. Sekte poligami bentukan Jeffs memiliki pengikut hingga 10 ribu orang di seluruh AS. Sekte ini mengedepankan poligami sebagai jalan menuju Sorga. Di akhir zaman tentu pengajaran sesat seperti sekte ini semakin banyak.

Para penyesat yang mengatasnamakan Tuhan biasanya memakai strategi dengan cara memutarbalikkan firman Tuhan untuk membenarkan keinginan-keinginan mereka. Ini sama seperti taktik si Iblis yang memutarbalikkan perintah Tuhan saat ia menggoda Hawa. Si Iblis berkata, “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” Padahal Tuhan berfirman, “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Hawa yang tahu firman saja bisa disesatkan si Iblis, bagaimana dengan orang Kristen yang sama sekali tidak tahu isi firman karena tidak pernah membaca Alkitab?

Mat 24:5 memperingatkan kita agar waspada pada berbagai macam penyesatan. “Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” Untuk terhindar dari pengajaran sesat, kita harus memiliki hati yang lapar dan haus akan firman Tuhan sehingga kita antusias untuk membaca dan menggali firmanNya. Ikutilah kelas-kelas pendalaman Alkitab yang ada di gereja kita atau di lembaga Kristen yang sehat. Bila ada bagian firman Tuhan yang tidak kita mengerti, kita bisa bertanya kepada hamba Tuhan atau rohaniwan yang memiliki pengetahuan iman Kristen yang memadai. Atau, rajinlah beribadah dan membaca buku-buku rohani karena dengan demikian kita akan menambahkan pengetahuan kepada iman kita akan Kristus.

Manna Sorgawi, 8 Januari 2012

Saudara Yang Dapat Dipercaya

1 Petrus 5:12; 1 Korintus 4:2

Ada sepuluh orang yang tercatat di dalam sejarah yang dianggap sebagai pengkhianat terbesar di sepanjang masa. Mereka adalah Guy Fawkes, Robert Hannsen, Jane Fonda, Brutus, Wang Jingwei, The Rosenbergs, Benedict Arnold, Aldrich Ames, Vidkun Quisling, Yudas Iskaroit. Mereka menjadi terkenal, tetapi terkenal karena hal negatif yang mereka lakukan. Sangat tidak menyenangkan untuk didengar! Tentu saja mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipercaya.

Bertolak belakang dengan orang-orang tersebut adalah Silas. Petrus menyatakan bahwa Silas adalah saudara yang dapat dipercaya. Bukan tanpa alasan ketika Petrus berkata seperti itu. Petrus adalah salah seorang yang mengutus Silas ke Antiokhia untuk membawa surat keputusan sidang di Yerusalem. Tentu Petrus mendengar bahwa surat keputusan sidang tersebut benar-benar sampai kepada jemaat di Antiokhia. Inilah salah satu hal yang membuat Petrus berani mengambil kesimpulan bahwa Silas adalah saudara yang dapat dipercaya. Menariknya, apa yang dipercayakan Petrus sama seperti ketika dia turut mengutus Silas ke Antiokhia, yaitu surat. Kali ini bukan surat keputusan, tetapi surat nasihat dan penghiburan. Hasilnya sama, surat itu sampai kepada yang berhak menerimanya.

Tanpa disadari, kita sering menunjukkan sikap yang membuat orang lain tidak percaya kepada kita. Salah satunya adalah karena kita tidak bisa berkomitmen. Ketika orang lain melihat kita sebagai orang yang ragu-ragu, maka dia tidak berani percaya kepada kita. Ketika orang lain melihat kita sebagai orang yang plinplan, maka dia tidak mau memercayai kita. Selain itu, kebiasaan kita melanggar kebenaran juga membuat orang lain tidak percaya kepada kita. Dia akan berpikir, “Kebenaran saja dilanggar, pasti tidak sulit untuk melanggar kepercayaan.” Ada tiga hal yang bisa menumbuhkan kepercayaan orang kepada kita:

Kita harus selalu menjaga integritas. Silas adalah orang terpandang, dia seorang nabi. Silas tetap menjaga perbuatan serta perkataannya sebagai orang terpandang dan seorang nabi. Apa yang dikatakan dan diperbuatnya sesuai dengan jabatannya. Kalau kita seorang guru, kita harus bersikap sebagai guru yang bisa diteladani. Kalau kita seorang hamba Tuhan, bersikaplah sebagai hamba Tuhan, bukan hamba manusia. Kalau kita mengaku Kristen, kita harus hidup sesuai dengan kebenaran-kebenaran kristiani.

Kita harus selalu menepati janji. Janji adalah kewajiban. Jangan mudah berjanji kalau kita tidak mau berusaha menepatinya. Sekali saja kita mengingkari janji, maka kepercayaan orang lain kepada kita akan berkurang, bahkan bisa hilang.

Meningkatkan kemampuan. Kadang orang juga memandang apakah kita mampu atau tidak untuk dipercayakan sesuatu hal. Untuk itu, mari kita terus mengasah keterampilan serta menambah wawasan kita.

Manna Sorgawi, 7 Januari 2012

Pemberita Injil

2 Korintus 1:19; 2 Timotius 4:2

Di sebuah seminar, seorang peserta dengan nada protes, “Kalau seseorang tidak mempunyai karunia penginjilan, bagaimana dia bisa menginjil?” Pembicara menjawab dengan lembut, “Dalam hal ini, memberitakan Injil jangan dikaitkan dengan karunia. Memberitakan Injil adalah tanggung jawab kita sebagai orang percaya.”

Alkitab tidak menyebutkan apakah Silas punya karunia penginjilan atau tidak. Juga, tidak disebutkan apakah dia mempunyai jabatan sebagai rasul atau tidak. Tetapi, dia memberitakan Injil. Menariknya, yang memberikan kesaksian tentang hal ini adalah Paulus sendiri. “Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ‘ya’.” Kepala penjara bukan orang pertama yang mendengar Injil dari Silas dan Paulus. Sebelumnya mereka sudah memberitakan Injil kepada orang lain. Sebut saja salah satunya adalah Lidia. Lidia, penjual kain ungu, adalah orang yang namanya disebut pertama kali saat Silas dan Paulus kompak dalam pemberitaan Injil. Namun, kejadian dahsyat yang mengawali pertobatan kepala penjara membuat kisah seputar dirinya ditulis dengan lebih rinci. Menariknya, penulis sering menyebut kata “mereka” dalam kaitannya dengan pemberitaan Injil. Ini menegaskan bahwa Silas tidak hanya ikut-ikutan, tetapi dia terlibat aktif di dalam penginjilan. Adakalanya orang-orang di satu tempat menerima Silas dan Paulus, serta menerima Injil yang mereka beritakan. Sebagai contohnya adalah orang-orang Yahudi di Berea. Tetapi, ada juga orang-orang di tempat lain yang menolak, bahkan hendak menganiaya mereka. Seperti, orang-orang Yahudi di Tesalonika dan orang-orang di Filipi. Namun, tidak ada catatan yang menyebutkan bahwa Silas mengundurkan diri dari tanggung jawab tersebut. Ini artinya, sampai waktu yang tidak disebutkan, Silas tetap menjadi seorang pemberita Injil.

Injil yang diberikan oleh Silas juga sangat jelas, yaitu Yesus Kristus, Anak Allah. Bisa saja dia menambahi dengan penjelasan-penjelasan seperlunya, tetapi inti beritanya tidak kabur. Ini yang membuat orang-orang yang menerimanya tidak ragu-ragu lagi. Bahkan Lidia dan kepala penjara, saking yakinnya, mau dibaptis bersama-sama seisi rumahnya.

Tugas pemberitaan Injil ada di pundak setiap orang percaya. Untuk memberitakan Injil, kita tidak perlu menunggu menjadi seorang teolog. Juga, tidak perlu menunggu dipercayakan jabatan majelis. Kita harus mulai dari posisi kita sekarang. Sampaikan secara sederhana dan lugas pengalaman kita setelah menerima Yesus Kristus. Sangat mungkin akan ada tantangan dalam pemberitaan Injil, tetapi itu bukan berarti kita harus mundur. Cari kesempatan yang lain dan pakailah hikmat Tuhan. Tujuan kita bukanlah untuk memaksa orang  menerima, tetapi supaya berita keselamatan di dalam Yesus sampai ke telinga semua orang.

Manna Sorgawi, 6 Januari 2012

Tiga Kewarganegaraan

Kisah Para Rasul 16:38; Filipi 3:20

Di negara-negara tertentu, terutama negara-negara barat, berlaku sistem kewarganegaraan ganda. Orang bisa mendapatkan kewarganegaraan negara tersebut dengan tetap mempertahankan kewarganegaraan yang lama. Ini merupakan kesempatan emas bagi mereka yang bisa memanfaatkannya. Sayang, ada orang yang memanfaatkannya secara negatif. Contohnya, seorang buronan polisi karena kasus yang menjeratnya di negara asal. Dia dengan nyaman akan berada di negara barunya tersebut sekian lama. Dia merasa nyaman karena yakin tidak akan dideportasi. Selain itu dia juga akan mendapat hak yang semestinya sebagai warga negara.

Silas bukan saja memiliki kewarganegaraan ganda, tapi tiga kewarganegaraan. Dia adalah orang Yahudi yang memiliki kewarganegaraan Rum, sekaligus kewarganegaraan Sorga. Kewarganegaraan Rum dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: Pertama, karena dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Rum. Kedua, membeli dengan harga mahal. Ketiga, hadiah dari pemerintah Romawi. Alkitab tidak menjelaskan bagaimana caranya Silas mendapatkan kewarganegaraan Rum. Sebagai warga negara Rum, Silas mempunyai hak-hak istimewa. Misalnya, hak untuk diadili terlebih dahulu sebelum dijatuhi hukuman (Kis 16:35-39). Juga, hak untuk bebas dari sesahan saat diinterogasi (Kis 22:24-29). Dan, hak untuk menyatakan banding kepada kaisar (Kis 24:10-12; 26:32). Jika mendengar seseorang berwarganegara Rum, maka orang lain tidak berani bertindak sembarangan terhadapnya. Bahkan, orang akan menaruh rasa hormat kepadanya. Inilah kesempatan emas yang dimiliki Silas. Silas menggunakannya dengan sangat baik. Di sisi lain, sebagai warga negara Sorga, Silas sadar bahwa dia harus mementingkan Kerajaan Sorga. Untuk itu, dia menggunakan kesempatan emas tersebut bukan untuk kepentingannya sendiri, tetapi untuk kepentingan Kerajaan Sorga. Dia tidak sombong ketika orang lain hormat kepadanya. Dia juga menggunakannya sebadai kesempatan untuk memberitakan Injil kepada mereka. Bisa dikatakan, Silas adalah warga negara teladan, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan.

Kita juga memiliki kewarganegaraan ganda. Secara rohani, Paulus menegaskan bahwa kewargaan kita adalah di dalam Sorgam dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Hal ini penting untuk kita sadari. Ketika ada kesempatan untuk belajar, belajarlah dengan sungguh. Jika diberi kesempatan untuk bekerja, bekerjalah dengan benar. Bahkan, kalau diberi kesempatan untuk menjadi pejabat negara, jadilah pejabat negara yang jujur dan bekerja keras. Dengan demikian sesungguhnya kita bisa menjadi saksi sehingga bisa memperlancar pelebaran Kerajaan Sorga di negeri kita.

Manna Sorgawi, 5 Januari 2012

Rekan Yang Setia

Kisah Para Rasul 15:40; 16:19-34

Setelah berpisah dengan Barnabas, Paulus membawa serta Silas dalam perjalanan penginjilannya. Paulus memilih Silas bukan untuk menggantikan Markus, tetapi untuk menggantikan Barnabas. Bisa dikatakan bahwa Markus adalah anak buah, sedangkan Barnabas adalah rekan. Dengan kata lain, Paulus memilih Silas sebagai rekannya yang baru. Di kemudian hari, dengan meminjam bahasa kita, Paulus bisa berkata, “Tidak salah saya memilih Silas sebagai rekan saya.”  Pasalnya, terbukti bahwa Silas adalah rekan yang setia. Tiga hal berikut adalah bukti kesetiaan Silas sebagai rekan:

Silas rela menderita bersama Paulus. Di Filipi, Silas rela dikoyakkan pakaiannya dan didera untuk menemani Paulus yang menderita dengan cara yang sama. Dera adalah sebuah hukuman yang dilakukan dengan cara memukul terhukum dengan rotan. Penderitaan itu pun berlanjut. Silas kembali menemani Paulus di penjara. Tentu tempat ini sangat menyesakkan, sebab ini ruang penjara yang paling tengah. Ditambah lagi kakinya dibelenggu di dalam pasungan yang kuat. Bisa dikatakan ini penderitaan lahir batin. Bisa saja Silas berkata, “Ini gara-gara Paulus.” Lalu, ia bisa memutuskan untuk meninggalkan Paulus. Tetapi tidak, Silas rela menemani Paulus dalam penderitaan. Dia tahu apa artinya tulisan di Amsal, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”

Silas setia di dalam persekutuan dengan Tuhan bersama Paulus. Alkitab mencatat bahwa kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan. Paulus tidak sendiri dalam pergumulan berat yang disampaikannya kepada Tuhan. Kesepakatan yang dibuat oleh Silas ini menjadikan doa sangat efektif (Mat 18:19). Terbukti bahwa gempa bumi terjadi secara mendadak yang menyebabkan sendi-sendi penjara goyah, sehingga semua pintu terbuka dan belenggu mereka terlepas.

Silas mendukung Paulus dalam meneguhkan jemaat-jemaat. Meneguhkan jemaat saat itu merupakan pelayanan yang sangat penting. Munculnya bidat-bidat, adanya tekanan dari orang-orang Yahudi dan pemerintahan Romawi, bisa membuat kendor semangat kekristenan jemaat. Silas memahami situasi ini. Maka, ketika Paulus meneguhkan jemaat, Silas tidak menghalang-halanginya. Silas terlihat kompak dalam hal ini. Silas setia mendukung Paulus dalam menjalankan tugas panggilan tersebut.

Indahnya jalinan kerja sama Silas dengan Paulus seharusnya juga terjadi antara kita dan rekan kita. Jangan menunggu orang lain menjadi  “silas-silas” zaman sekarang, tetapi kita sendiri yang harus menjadi “silasnya”. Jauhi keinginan untuk mementingkan diri sendiri. Duduk dan berjalanlah dengan rekan kita saat dia menderita. Bernyanyilah bersamanya saat dia bergembira. Usahakan supaya kita sepakat, sejalan dalam pekerjaan yang kita lakukan bersama. Rendah hati dan penuh kerelaan, itulah kuncinya.

Manna Sorgawi, 4 Januari 2012

Seorang Nabi

Kisah Para Rasul 15:32-33

Kata “nabi” di dalam bahasa Ibrani adalah navi, dan di dalam bahasa Yunani adalah prophetes. Secara harfiah artinya juru bicara. Nabi PB adalah orang-orang yang memberitakan dan menafsirkan firman Tuhan dengan kuasa Roh Kudus. Mereka dipanggil oleh Tuhan untuk mengingatkan, menasihati, menghibur, dan membangun umat Tuhan. Kadang-kadang mereka adalah “pelihat” yang menubuatkan tentang masa depan  (Kis 11:28; 21:10-11). Nabi PB juga dipanggil untuk menyingkapkan dosa, memberitakan kebenaran, mengingatkan akan datangnya penghakiman, dan memberantas keduniawian serta kesuaman di dalam gereja. Tugasnya memang “menyentil telinga”, maka seorang nabi harus siap menghadapi risiko ditolak jemaat.

Silas adalah salah seorang nabi di antara umat Tuhan di Yerusalem. Sebagai nabi, dia telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dukungan para rasul, penatua-penatua, dan jemaat untuk mengutusnya adalah bukti nyata bahwa dia nabi yang benar. Sangat mungkin dia juga dikenal oleh jemaat di Antiokhia. Di Antiokhia pun, Silas tetap menunjukkan dirinya sebagai seorang nabi. Dia menasihati dan menghibur jemaat, “Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka.” (Kis 15:32). Menariknya, tidak ada penolakan dari jemaat di Antiokhia terhadapnya. Bukti Silas tidak ditolak di Antiokhia, yang pertama adalah dia bisa berada di situ dalam waktu yang lama. Yang kedua, setelah cukup lama, jemaat melepasnya pulang dalam damai. Yang ketiga, justru Silas memutuskan untuk tinggal di situ. Di sini bisa dilihat adanya kecocokan antara Silas dan jemaat di Antiokhia. Seperti peribahasa Jawa “tumbu oleh tutup”, atau bakul ketemu tutup, yang artinya sebuah kecocokan di antara dua orang yang berteman. Di satu sisi, Silas adalah nabi yang benar, di sisi lain, jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang baik hatinya dan mempunyai kerinduan untuk bertumbuh. Maka, sangat pas ketika mereka bertemu.

Di dalam diri Silas ada semangat untuk kemurnian gereja. Ada pemahaman yang tajam terhadap bahaya ajaran sesat. Ada sikap ketergantungan yang mendalam pada firman Tuhan. Ada perhatian yang sungguh terhadap keberhasilan rohani umat Tuhan. Apakah hal-hal itu juga ada di dalam diri kita? Apakah hati kita merasa terganggu ketika ada ketidakkudusan di dalam gereja kita? Apakah kita menjadi orang yang peka terhadap adanya ajaran sesat? Apakah firman Tuhan mendapat tempat yang semestinya di dalam diri kita? Memang tidak mudah, tetapi harus. Ajaran sesat dengan berbagai macam bentuknya akan dengan mudah menyusup ke dalam gereja kita jika kebenaran firman Tuhan tidak ditegakkan. Kita adalah “nabi-nabi” Tuhan di zaman modern ini. Adalah keharusan untuk kita menjaga kebenaran tetap ada dan berfungsi di dalam diri kita. Itulah yang akan membuat kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah orang Kristen maupun non-Kristen.

Manna Sorgawi, 3 Januari 2012

Seorang Nabi
Kisah Para Rasul 15:32-33

Kata “nabi” di dalam bahasa Ibrani adalah navi, dan di dalam bahasa Yunani adalah prophetes. Secara harfiah artinya juru bicara. Nabi PB adalah orang-orang yang memberitakan dan menafsirkan firman Tuhan dengan kuasa Roh Kudus. Mereka dipanggil oleh Tuhan untuk mengingatkan, menasihati, menghibur, dan membangun umat Tuhan. Kadang-kadang mereka adalah “pelihat” yang menubuatkan tentang masa depan  (Kis 11:28; 21:10-11). Nabi PB juga dipanggil untuk menyingkapkan dosa, memberitakan kebenaran, mengingatkan akan datangnya penghakiman, dan memberantas keduniawian serta kesuaman di dalam gereja. Tugasnya memang “menyentil telinga”, maka seorang nabi harus siap menghadapi risiko ditolak jemaat.

Silas adalah salah seorang nabi di antara umat Tuhan di Yerusalem. Sebagai nabi, dia telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dukungan para rasul, penatua-penatua, dan jemaat untuk mengutusnya adalah bukti nyata bahwa dia nabi yang benar. Sangat mungkin dia juga dikenal oleh jemaat di Antiokhia. Di Antiokhia pun, Silas tetap menunjukkan dirinya sebagai seorang nabi. Dia menasihati dan menghibur jemaat, “Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka.” (Kis 15:32). Menariknya, tidak ada penolakan dari jemaat di Antiokhia terhadapnya. Bukti Silas tidak ditolak di Antiokhia, yang pertama adalah dia bisa berada di situ dalam waktu yang lama. Yang kedua, setelah cukup lama, jemaat melepasnya pulang dalam damai. Yang ketiga, justru Silas memutuskan untuk tinggal di situ. Di sini bisa dilihat adanya kecocokan antara Silas dan jemaat di Antiokhia. Seperti peribahasa Jawa “tumbu oleh tutup”, atau bakul ketemu tutup, yang artinya sebuah kecocokan di antara dua orang yang berteman. Di satu sisi, Silas adalah nabi yang benar, di sisi lain, jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang baik hatinya dan mempunyai kerinduan untuk bertumbuh. Maka, sangat pas ketika mereka bertemu.

Di dalam diri Silas ada semangat untuk kemurnian gereja. Ada pemahaman yang tajam terhadap bahaya ajaran sesat. Ada sikap ketergantungan yang mendalam pada firman Tuhan. Ada perhatian yang sungguh terhadap keberhasilan rohani umat Tuhan. Apakah hal-hal itu juga ada di dalam diri kita? Apakah hati kita merasa terganggu ketika ada ketidakkudusan di dalam gereja kita? Apakah kita menjadi orang yang peka terhadap adanya ajaran sesat? Apakah firman Tuhan mendapat tempat yang semestinya di dalam diri kita? Memang tidak mudah, tetapi harus. Ajaran sesat dengan berbagai macam bentuknya akan dengan mudah menyusup ke dalam gereja kita jika kebenaran firman Tuhan tidak ditegakkan. Kita adalah “nabi-nabi” Tuhan di zaman modern ini. Adalah keharusan untuk kita menjaga kebenaran tetap ada dan berfungsi di dalam diri kita. Itulah yang akan membuat kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah orang Kristen maupun non-Kristen.

Manna Sorgawi, 3 Januari 2012