Malaikat Di Sekitar Kita

Keluaran 14:19; Lukas 1:19; 22:43

New York, 11 September 2001, dua pesawat yang dibajak teroris menabrak gedung World Trade Center (WTC), salah satu gedung tertinggi di dunia dan merupakan jantung ekonomi Amerika dan dunia. Dalam hitungan menit, bangunan 120 lantai tersebut runtuh tak bersisa. Tim evakuasi bekerja siang dan malam mencari korban-korban yang tertimbun di bawah reruntuhan gedung. Mereka berlomba dengan waktu karena ini menyangkut nyawa manusia.

Di tengah proses penggalian, terjadi keajaiban! Ada korban yang masih hidup 2 minggu setelah tanggal kejadian, bagaimana mungkin? Ketika diwawancara, korban selamat tersebut berkata bahwa selama ia tertimbun di bawah reruntuhan gedung, ada sesosok pribadi lembut yang membawakannya air minum yang membuatnya bisa bertahan hidup. Ia sangat yakin bahwa sosok itu adalah malaikat!

Mungkin banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa sebenarnya di sekitar kita ada malaikat. Jika memang benar malaikat ada di sekitar kita, walau tidak terlihat secara kasat mata, lalu sikap apa yang harus kita lakukan?

Pertama, menjaga perilaku supaya berkenan di mata Tuhan. Ibr 12:1 berkata bahwa kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi. Oleh sebab itu, mari jaga hati, pikiran, dan tindakan agar tetap bersih di mata Tuhan. Ucapan adalah bagian yang paling sulit dikontrol, kita sering kecolongan di sisi ini. Herodes ditampar oleh malaikat Tuhan karena tidak hormat kepadaNya dan ia mati dimakan cacing-cacing (Kis 12:23).

Kedua, berbuat kasih kepada siapa pun. Alkitab mengajar kita untuk menunjukkan kasih kepada semua orang (Mat 25:42-46). Kita tidak pernah tahu bahwa orang yang sedang kita tolong bisa saja adalah malaikat. Ibr 13:2 mengingatkan, “Jangan lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.”

Ketiga, bertekun di dalam doa. Suatu kali Paulus berada dalam sebuah pelayaran dan kapalnya hampir tenggelam, lalu ia berdoa. Tiba-tiba datanglah seorang malaikat dan berkata bahwa kapalnya akan selamat (Kis 27:23-24). Bila saat ini Anda sedang mengalami pergumulan berat, berdoalah terus sampai Tuhan mengirimkan jawaban. Kita jarang menyadari bahwa ada malaikat di sekitar kita yang akan menyampaikan keluhan kita kepada Tuhan, ataupun malaikat yang diutusNya untuk membawakan jawaban doa kita.

Malaikat adalah pesuruh Tuhan yang bertugas mengawal jalan orang benar, menjauhkan kita dari mara bahaya, menyampaikan kabar baik, dan memberi kita kekuatan di kala sedang lemah (Kel 14:19; Luk 1:19; Luk 22:43). Dengan tetap menjaga perbuatan serta kasih; tetaplah tenang dan jangan takut berjalan sendiri karena ada malaikat di sekitar kita.

Manna Sorgawi 22 Januari 2012

Roh Kudus Membantuku Berdoa

Roma 8:26-27; Yohanes 4:23-24

Ada sebuah kisah mengenai pasangan suami-istri yang hidup dari menjual kain dengan berkeliling, karena mereka tidak mempunyai toko. Setiap akhir tahun mereka mempunyai kebiasaan berlutut di hadapan Tuhan dan sang suami pun berdoa, “Oh Tuhan, saya berterima kasih kepadaMu, karena Engkau sudah memberkati kami sehingga untung 100 bal kain. Tuhan, saya minta tahun depan beri saya keuntungan 200 bal kain.” Sebelum doanya selesai si istri memotong, “Tuhan, jangan dengar doa suami saya, dengar doa saya. Kalau tahun ini Tuhan beri keuntungan 100 bal kain, tahun depan juga sama, 100 bal saja cukup.” Si suami pun marah-marah, “Saya belum amin, kenapa kamu ikut campur, kita akan susah kalau cuma mendapat 100 bal kain.” Tetapi si istri tidak peduli, ia melanjutkan doanya, “Tuhan, pokoknya doaku saja yang didengar: Jangan beri 200 bal. Kalau Engkau beri 100 bal ia akan tetap setia dan mencintai saya. Kalau 200 bal ia nanti akan cari istri kedua.” Inilah doa orang dunia, kedua-duanya berdoa untuk mencari keuntungannya sendiri, bukan mencari kehendak Tuhan dan kerajaanNya.

Ada berapa banyak kehidupan kekristenan yang kita jalani juga sama dengan cara suami dan istri tersebut berdoa. Kita menggunakan doa sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dan keinginan kita, dan bukan mencari kehendak Tuhan dan kerajaanNya. Bangun pagi kita meminta Tuhan menyertai sepanjang hari yang akan kita lalui, malam hari kita meminta Ia menjaga kita, dan masih banyak segudang permintaan yang kita ajukan kepadaNya. Seolah-olah kita hanya menjadikan Tuhan sebagai satpam yang 24 jam nonstop menjagai kita. Alkitab mencatat, sebenarnya kita tidak tahu bagaimana harus berdoa. Tetapi Tuhan lebih tahu apa yang kita perlukan dan apa yang harus Ia lakukan bagi kita. Bukan berarti kita tidak perlu meminta dan berdoa padaNya, tetapi Roh Kuduslah yang menjadi pengantara dan membantu kita dalam berdoa. Tuhan mengajar kita untuk berdoa karena Ia ingin kedekatan kita secara roh denganNya tetap terjaga. Karena, “Roh manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.” Kedalaman lubuk hati, yaitu roh kita sebagai manusia, itulah yang menjadi pelita bagi Tuhan. Untuk itu perlu bagi kita menjaga kedalaman batin kita. Dan Roh Kuduslah yang akan membantu kita untuk bertindak dan meminta seturut kehendak Tuhan, karena kita tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk mengetahui apa yang benar menurut pandanganNya.

Untuk itu peranan Roh Kudus dalam kehidupan kita tidak bisa diabaikan. Jika kita hanya berdoa sekadar berdoa, dapat dipastikan hubungan kita dengan Tuhan juga bukanlah suatu hubungan yang harmonis. Cara terbaik untuk meminta pada Tuhan adalah dengan memohon padaNya untuk mencurahkan RohNya dan memperlihatkan pada kita apa yang harus kita lakukan untuk bekerja sama denganNya dalam menyatakan kehendakNya.

Manna Sorgawi, 21 Januari 2012

 

I Love My Job

Titus 3:8; Kolose 1:10

Suatu hari Petey Parker terbang ke Dallas untuk bertemu seorang klien. Berikut ini adalah kisahnya. Waktu sangat sempit, karena saya harus segera kembali ke airport. Saya menghentikan sebuah taxi. Begitu berhenti, dengan segera sopir taxi membuka pintu mobil, dan memastikan bahwa saya telah duduk dengan nyaman di dalamnya. Begitu saya duduk, dia menunjuk sebuah koran yang terlipat rapi di samping saya untuk dibaca. Kemudian dia menawarkan beberapa kaset, dan menanyakan jenis musik apa yang saya sukai. “Wow,” saya cukup terperanjat dengan pelayanannya. Saya menoleh sekeliling, mungkin ada program “Candid Camera” yang ingin menjebak saya. Dengan penasaran, saya bertanya pada sopir taxi itu, “Wah, kelihatannya Anda sangat senang dengan pekerjaan Anda. Tentunya Anda punya cerita yang panjang mengenai pekerjaan ini.” “Anda salah,” jawabnya, “Dulu saya bekerja di Corporate America. Tapi saya merasa letih karena berapa pun kerasnya usaha untuk menjadi yang terbaik dalam perusahaan itu, ternyata tidak pernah memuaskan hati saya. Kemudian saya memutuskan untuk menemukan sebuah langkah dalam kehidupan saya di mana saya bisa merasa bangga dan ouas karena mampu menjadi diri saya yang terbaik.” “Saya tahu,” lanjutnya, “saya takkan pernah bisa menjadi seorang ilmuwan roket, tapi saya suka sekali mengendarai mobil dan memberikan pelayanan kepada orang lain. Saya ingin merasa bahwa saya telah melakukan pekerjaan yang terbaik setiap harinya. Lalu, saya merenungi apa yang jadi kelebihan saya, dan wah … saya menjadi seorang supir taxi. Satu hal yang saya yakini, supaya saya meraih keberhasilan dalam usaha ini, saya hanya perlu memenuhi kebutuhan penumpang saya. Tetapi agar bisnis saya ini menjadi luar biasa, saya harus melebihi harapan penumpang saya. Tentu saja saya ingin meraih hasil yang luar biasa, ketimbang yang biasa-biasa saja.” Ini adalah sebuah pelajaran yang luar biasa. Saya hanya berpikir, keluarnya dia adalah kerugian bagi Corporate America, tetapi ia telah berhasil menjadi teman perjalanan yang baik.

Kisah ini mengajarkan kita, bahwa bahagia bukan disebabkan oleh penghasilan dan jabatan tinggi. Namun karena suatu hal, di mana kita merasa bangga dan puas jika telah melakukannya. Dalam hidup ini kita tak lepas dari pekerjaan. Tapi apakah pekerjaan itu menghasilkan kepuasan dalam batin kita, atau menjadi beban yang menindih hidup kita, sehingga terjebak dengan rutinitas kerja. Apa pun pekerjaan kita, jika kita mengerjakannya dengan maksimal dan kesungguhan hati, makan itu akan menghasilkan kepuasan.

Berhentilah bekerja hanya untuk sekadar hidup, dan buatlah suatu perbedaan sekalipun itu di hari yang terburuk. Jika ingin pekerjaan kita berhasil, kenalilah siapa yang menjadi pelanggan kita, dan penuhi kebutuhannya, dan jika ingin luar biasa, berikan melebihi apa yang menjadi harapannya. Mari belajar mencintai pekerjaan kita dan bekerja di atas rata-rata!

Manna Sorgawi, 20 Januari 2012

Berharap Sampai Akhir

Roma 4:18-22

Malam hampir larut ketika Caroline menerima telepon dari Paul, kakaknya yang sulung. “Carol, aku baru saja mengundang Yesus untuk masuk dan menjadi Raja atas hidupku! Aku sudah diselamatkan Carol, dan pendeta yang membimbingku menyuruhku untuk memberitahukan seseorang yang selama ini telah berdoa untuk keselamatanku. Karena itu aku meneleponmu malam ini.” Caroline terdiam, ia tak dapat berkomentar sementara pikirannya kembali mengingat perbuatan dan kata-kata Paul di makan ibunya. Paul begitu marah, bahkan memakinya ketika ia memberitahukan pesan terakhir ibunya agar Paul segera bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Caroline juga ingat pada keberingasan Paul ketika ia melarang saudaranya itu untuk menikah lagi. Dalam hati Caroline berkata, “Mungkinkah pendosa dan pemberontak seperti Paul bertobat? Ini benar-benar mujizat!” Ketika kita bergumul untuk keselamatan orang-orang yang kita kasihi, benarkah kita memiliki iman bahwa Tuhan pasti menyelamatkan mereka atau kita hanya sekadar berdoa? Mengapa kita terkejut ketika menerima pernyataan bahwa mereka yang kita doakan dilawatNya?

Iman adalah sesuatu yang harus dimiliki ketika kita meminta Tuhan bertindak menyelamatkan orang-orang yang kita kasihi! Kita harus benar-benar yakin bahwa Dia akan menjawab doa-doa kita. Jika kita tidak ada keyakinan maka kita tidak memiliki motivasi yang cukup kuat untuk berdoa dengan ketekunan seperti yang sesuai dengan standarNya. Ketekunan yang bagaimana yang sesuai dengan standar Tuhan? Seperti perumpamaan yang diajarkan Tuhan Yesus di dalam Luk 18:1-8.

Jangan berhenti berdoa sampai kita melihat jawaban doa! Tuhan Yesus sendiri yang berjanji bahwa orang yang meminta kepadaNya dengan iman, akan mendapatkan kebutuhan yang mereka minta (Mat 7:7). Meskipun sudah berdoa bertahun-tahun atau belasan tahun, dan sepertinya kita tidak juga menerima jawaban doa itu, tetapi kita tidak boleh berhenti berdoa. Mengapa? Karena Tuhan masih menguji sebesar apa iman dan ketekunan kita untuk percaya kepadaNya. Meskipun tidak ada dasar untuk berharap, belajarlah untuk tetap berharap kepada Tuhan sebagaimana Abraham berharap kepada Bapa yang setiaNya tetap. Di dalam masa-masa yang sukar untuk berharap, Abraham menguatkan hatinya untuk memercayai janji Tuhan yang akan memberikannya seorang keturunan dari rahim Sara yang sudah tidak menghasilkan sel telur. Pengharapan membantunya bertekun dalam doa dan penantian.

Apa yang membuat kita gagal memercayai kesetiaan Tuhan dalam menjawab doa kita? Mungkin karena kita tidak menguatkan hati untuk mengambil satu langkah terakhir, langkah yang menentukan kita untuk meraih kemenangan. Jika Tuhan membuktikan kesetiaanNya kepada Abraham maka Dia juga akan membuktikan kesetiaanNya kepada kita. Percayalah!

Manna Sorgawi, 19 Januari 2012

Kasih Tak Pernah Salah

Lukas 6:27-35; 10:30-37

Belas kasihan atau kasih tidak berkembang secara otomatis di dalam diri seseorang. Kasih yang tulus seperti yang dimiliki oleh seorang Samaria yang murah hati terhadap orang yang tidak dikenalnya, harus dibangkitkan tatkala Tuhan memperhadapkan kita dengan mereka yang membutuhkan kasihNya. Artinya, belas kasihan akan terus bertambah di dalam diri kita saat kita bermurah hati kepada sesama manusia, meskipun itu musuh atau orang yang membenci kita.

Tanggal 3 Juli 1988, kapten kapal penjelajah Amerika Serikat Vincennes melakukan kesalahan yang besar karena ia meluncurkan rudal untuk menjatuhkan sebuah pesawat milik maskapai penerbangan Iran. Insiden itu menewaskan 290 orang penumpang. Peristiwa itu menimbulkan berbagai macam pendapat. Ada orang-orang yang menyesalkan kejadian itu, tetapi ada juga yang merasa senang karena mereka ingat pada perlakuan kejam yang dialami oleh sandera-sandera Amerika yang ditawan oleh Iran di waktu lampau. Di tengah-tengah ramainya perdebatan itu, Presiden Reagen memutuskan suatu tindakan yang mengejutkan semua orang. Presiden negara adikuasa itu memutuskan untuk membayar kompenisasi kepada keluarga-keluarga korban. Para wartawan mencoba untuk menentang keputusan itu dengan mengatakan bahwa keputusan itu akan memberi pesan yang salah di mata internasional. Presiden Reagen menjawab kecaman itu dengan kalimat bijak seorang pemimpin, “Saya tidak pernah menganggap belas kasihan sebagai suatu teladan yang buruk.”

Banyak orang yang membiarkan belas kasihan di hatinya hampir pupus karena pertimbangan yang dianggapnya logis, tetapi salah menurut hukum kasih. Kebanyakan mereka yang hidup di kota besar mengalami krisis kasih. Sebenarnya belas kasihan tidak terletak pada logis atau tidaknya, atau pantas atau tidak pantasnya seseorang ditolong atau diampuni. Misalnya, beberapa orang yang menganggap memberi sumbangan kepada para pengemis di jalanan adalah tindakan pembodohan, mereka menganggap semua pengemis itu sama saja, malas bekerja dan tidak perlu ditolong. Tetapi tidak demikian dengan orang-orang yang memiliki belas kasihan, dengan berbagai cara mereka akan menyatakan kasih serta kepedulian mereka kepada siapa saja yang membutuhkan uluran yangan mereka.

Bagaimana pula jika suatu saat orang yang sudah menyakiti atau memusuhi kita memerlukan pertolongan kita, walaupun mereka sendiri tidak meminta kita untuk menolong mereka? Apakah kita proaktif untuk menabur kasih dalam hidup mereka? Jika kita memang murid Kristus maka kita tidak akan memandang orang itu sebagai musuh yang harus disumpahserapahi, sebaliknya kita akan mengulurkan tangan untuk menolongnya karena bagi kita dia adalah objek kasih. Jika kita memutuskan untuk berbuat demikian, maka kita telah menjadi anak-anak Bapa di Sorga.

Manna Sorgawi, 18 Januari 2012

Ketika Tuhan Memilih

Yesaya 6:8; 1 Samuel 3:2-10

Tuhan tidak sembarangan dalam memilih seseorang untuk menjadi alat yang efektif di tanganNya. Saat memilih seseorang, Dia menyiapkan sebuah rencana yang besar untuk dilaksanakanNya melalui orang-orang pilihanNya. Ketika memilih Abraham, Dia berencana menjadikannya sebagai bapa semua orang percaya. Ketika memanggil Musa yang tidak pandai berkata-kata, Dia telah memiliki rencana untuk menjadikan Musa sebagai pemimpin terbesar yang ada dalam sejarah Israel. Ketika memilih Paulus, Dia merencakan untuk memakainya sebagai seorang rasul, pengajar dan penulis yang memberitakan Injil sampai ke bangsa-bangsa lain. Namun, panggilan dan rencanaNya yang mulia itu hanya akan terlaksana sepenuhnya jika ada respons yang benar dari orang-orang yang dipilihNya.

William Branham adalah salah satu hamba Tuhan yang mendapat “calling” atau panggilan tertinggi dalam hidupnya secara spektakuler. Suatu hari ketika William kecil mengambil air, ia mendengar suara angin berembus di atas pohon. Saat ia mendongakkan kepalanya ke atas pohon, tiba-tiba ia mendengar suara, “Jangan pernah minum-minum, merokok atau mencemarkan dirimu dengan apa pun karena Aku memiliki satu pekerjaan untukmu saat kau dewasa nanti.” Seiring berjalannya waktu, William mengabaikan panggilan Tuhan yang pernah diterimanya. Setelah dewasa, satu kali William sakit keras hingga nyawanya hampir saja melayang. Saat itulah ia kembali mendengar desir angin serta suara yang sama di kamarnya, “Aku telah memanggilmu tetapi engkau tidak mau taat!” Kata-kata itu didengarnya sampai tiga kali. Kemudian ia menjawab, “Tuhan, jika ini memang Engkau, biarkan aku kembali ke dunia dan aku akan memberitakan InjilMu sampai ke sudut-sudut jalan. Aku akan memberitakan InjilMu kepada semua orang.” Setelah itu William sembuh dan menyerahkan hidupnya untuk memberitakan Injil. Tuhan memakainya dengan luar biasa.

Samuel juga mengalami panggilan secara spektakuler seperti William. Sungguh luar biasa pengalaman William dan Samuel, mereka adalah pelayan-pelayan yang meresponi panggilan Tuhan! Baik William maupun Samuel tahu bahwa bukan pengalaman spektakuler itu yang menjadi berita utama dari panggilan mereka, yang terpenting adalah respons yang benar untuk menggenapi rencana dan panggilan Tuhan dalam hidup mereka.

Adakah hati kita mendengar panggilan Tuhan untuk melayaniNya? Mungkin kita tidak terpanggil menjadi pelayan sepenuh waktu, tetapi yang pasti Tuhan memanggil kita untuk terlibat di salah satu bentuk pelayanan di tubuhNya, di satu bidang tertentu. Respons kita untuk ambil bagian di dalam pelayanan yang memajukan tubuh Kristus dan meletakkan nilai-nilai Kerajaan Sorga di sana, adalah hal yang terpenting. Mari, jangan lari dari panggilanNya, penuhi panggilan kita masing-masing sampai kehendakNya di Sorga terjadi di bumi ini!

Manna Sorgawi, 17 Januari 2012

Tujuan Setelah Bertemu Yesus

Efesus 1:5; Roma 12:1-2

Ada kebutuhan mendasar yang tersimpan begitu jauh di lubuk hati seseorang, yang tidak bisa terpenuhi meskipun ia memiliki harta yang banyak, wanita-wanita cantik, atau kedudukan yang tinggi. Kebutuhan itu sangat berharga sehingga uang tidak bisa membelinya, namun kebutuhan itu juga sangat murah karena kita bisa mendapatkannya dengan cuma-cuma. Kebutuhan itu adalah bertemu dengan Tuhan yang benar dan menerima Dia sebagai Juruselamat, yaitu Tuhan Yesus Kristus.

Sentuhan artistik Dannecker membuat patung-patung hasil karyanya dikagumi banyak orang. Dia memahat dewa-dewa Arian dan Yunani. Namun, kemahiran memahat dan ketenaran itu tidak memberi kebahagiaan yang dirindukan Dannecker, si pemahat terkenal itu. Di puncak ketenarannya, Dannecker merasa ada kehampaan besar di hidupnya yang tidak bisa diisi oleh apa dan siapa pun juga. Ia mencari apa yang dapat mengisi kehampaan itu, dan akhirnya setelah ia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, barulah kehampaan itu sirna dari relung hatinya.

Sejak Yesus mengisi hidupnya, Dannecker mengarahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Yesus. Dennecker berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak memahat patung dewa-dewa lagi dan ia ingin sekali memahat patung Yesus. Dua kali ia gagal ketika mencoba memahat patung Yesus, namun kasihnya yang dalam tidak membuatnya putus asa. Akhirnya ia berhasil memahat rupa Kristus yang indah dan menakjubkan. Setiap orang yang melihat pahatan itu ingin memilikinya. Suatu hari Raja Napoleon mengirim utusan menemuinya. Napoleon berpesan agar Dannecker datang ke Paris untuk memahat patung Dewa Venus yang sedang jatuh cinta. Napoleon berani membayar berapa saja, asalkan Dannecker mau mengerjakannya. Dannecker menolak permintaan itu dengan berani dan tegas. “Raja, ketahuilah bahwa saya yang telah memahat rupa Kristus tidak mungkin lagi memahat dewa-dewa lain.” Hidup orang yang sudah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus sepenuhnya diarahkan hanya untuk menyenangkan hatiNya. Gaya hidup dan tujuan hidupnya, seluruhnya akan terarah kepada Penciptanya.

Alkitab menceritakan setelah bertemu dengan Yesus di jalan menuju Damsyik, Paulus fokus mengarahkan seluruh ilmu pengetahuan, keahlian, kekuatan, dan sisa hidupnya untuk mencapai tujuan Kristus dalam dirinya. Ia tidak takut berhadapan dengan bahaya maut, penyiksaan, maupun penjara. Hidupnya dikendalikan oleh “passion” atau hasrat bagaimana menyenangkan hati Tuhan. Dengan tujuan hidup yang pasti, Paulus berani berkata “Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itulah ibadahmu yang sejati!” Bagaimana dengan kita, apakah setiap hari hidup kita diisi dengan kerinduan untuk menyenangkan hatiNya?

Manna Sorgawi, 16 Januari 2012

Sedia Payung Sebelum Hujan

Mazmur 119:105

Faduma Sakow Abdullah adalah seorang janda dengan lima orang anak. Ia mencoba melepaskan diri dari bencana kelaparan di Somalia dengan melakukan perjalanan ke Camp Perlindungan di Kenya, yang memakan waktu perjalanan 36 hari. Dia harus menempuh perjalanan yang sangat berbahaya, melewati wilayah yang gersang dan kering, hanya untuk bertahan hidup dikarenakan tidak adanya hujan yang turun selama bertahun-tahun di Somalia. Hanya tinggal satu hari perjalanan sebelum mereka mencapai Camp Perlindungan, anaknya yang berusia 4 dan 5 tahun meninggal dikarenakan dehidrasi dan kelaparan. Dia harus meninggalkan jasad anaknya di bawah pohon dengan tidak dikubur, sehingga dia dapat melanjutkan perjalanannya demi 3 orang anaknya yang lain. Dia melihat ada lebih dari 20 anak meninggal dan pingsan, yang ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan. “Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa saya hidup hanya untuk melihat hal yang mengerikan seperti ini.” Dia berujar dengan air mata yang mengalir. Demikian juga Antonio Guterres, kepala Agency Camp Perlindungan berkata, “Saya tidak pernah melihat orang-orang yang hidup dalam situasi yang begitu tanpa harapan.”

Kita sering menggerutu di hadapan Tuhan, bahwa hidup yang kita jalani terasa berat dan tiada harapan. Kita bergelut dengan persoalan seputar rumah tangga, pergaulan, anak-anak yang membangkang, perasaan yang pedih dan penuh kekecewaan. Namun, hidup yang kita jalani tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan kepedihan Faduma, yang menyaksikan anak-anaknya mati kelaparan dan harus meninggalkannya di bawah pohon karena berpacu dengan waktu demi keselamatan anak-anaknya yang lain. Situasi kehidupan yang keras membawanya pada garis perbatasan antara perjuangan hidup dan ambang kematian. Situasi yang membuatnya harus mampu menghapus air matanya yang jatuh di bawah pohon demi meraih secercah senyum pengharapan di Camp Perlindungan.

Di balik penderitaan kita, masih banyak orang-orang yang jauh mengalami kepedihan hidup yang  tiada tara. Jadi, mengapa kita: membiarkan diri menjadi bungkuk atas beban penderitaan kita; tidak dapat melihat penderitaan sebagai harta rohani yang terpendam; tidak memiliki sikap hati yang benar dalam menanggapi persoalan, melainkan terperangkap dalam sikap mengasihani diri dan menyalahkan Tuhan? Scoot Hamilton berkata, “The only disability in life is bad attitude.” Atau, satu-satunya kelumpuhan dalam hidup adalah sebuah sikap hidup yang salah. Dan satu-satunya yang dapat membangun sikap hidup yang benar, hanyalah firman Tuhan. Kala hidup tertancap kuat dalam firmanNya, maka Penjaga yang tak pernah terlelap tidak akan membiarkan kita goyah. Janganlah badai menjadi hal yang akan menyadarkan kita betapa pentingnya firman Tuhan. Tapi jadikanlah firmanNya sebagai payung kehidupan ketika kita melewati derasnya hujan air mata.

Manna Sorgawi, 15 Januari 2012

Bejana Kosong

Filipi 3:8

Alkitab mencatat sebuah kisah mengenai orang Farisi dan pemungut cukai yang datang ke hadapan Tuhan (Luk 18:9-14). Orang Farisi mempertunjukkan bejana hidupnya di hadapan Tuhan dengan menyatakan, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, … aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” Di sisi lain, pemungut cukai datang dan berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Di akhir kisah ini, Yesus menyatakan, bahwa si pemungut cukai pulang sebagai orang yang dibenarkan Tuhan.

Kita dapat melihat perbedaan dua bejana hidup dalam kisah ini. Orang Farisi datang dengan kepuasan dan kebanggaan akan kesalehan hidupnya sebagai orang yang mengenal Tuhan. Dia datang untuk membuat Tuhan terkesan akan bejana hidupnya yang menurut pandangannya sendiri sangat baik. Sedangkan pemungut cukai datang dengan sebuah bejana hati yang hancur, yang tidak meninggalkan sedikit pun kebanggaan atas dirinya di hadapan Tuhan. Dia membawa bejana hidup yang kosong untuk dipenuhi oleh jamahan dan belas kasihan Tuhan. Bukankah banyak kali kita berlaku seperti orang Farisi ketika datang ke hadapan Tuhan? Kita datang dengan kebanggaan diri, merasa diri lebih baik dan lebih benar dari orang lain karena kesalehan hidup yang kita jalani. Kita bukanlah sampah masyarakat, kita bukanlah orang yang jatuh dalam dosa, melainkan kita adalah orang yang dipakai Tuhan. Kita hidup selayaknya sebahai orang percaya, sehingga kita berjalan dalam kesombongan rohani. Tapi tahukah kita, bahwa sasaran utama dari kehidupan kekristenan bukan hanya sampai pada sebuah kesalehan hidup. Tetapi sebuah kehidupan yang benar dan membawa makna bagi orang lain, yang membawa dampak kuasa ilahi, yang mengestafetkan kasih Tuhan kepada dunia. Tidak ada jalan lain untuk membuat Tuhan berkarya sepenuhnya di dalam hidup kita, selain membawa hidup kita sebagai bejana yang kosong di hadapanNya.

David Wilkinson menyatakan, “Tuhan menggunakan manusia untuk melaksanakan segala pekerjaanNya, Ia tidak mengutus malaikat. Malaikat begitu rindu untuk melakukannya tetapi Tuhan tidak memakai malaikat untuk menyelesaikan segala maksudNya di muka bumi. Dia hanya memakai mereka yang terbeban, hancur hati, dan yang berseru-seru kepadaNya.” Bagaimana dengan kita, apa yang menjadi konsep kita mengenai bejana hidup yang kosong? Apakah saat ini kita cukup puas dengan bejana hidup yang kita bawa di hadapan Tuhan? Apakah kita telah sungguh-sungguh menjadi bejana kosong di hadapan Tuhan? Karya tangan Tuhanlah yang akan membuat kita keluar dari kesalehan hidup kepada misi, dari kepuasan diri kepada jiwa yang hancur, dari kesombongan kepada kekosongan. Definisi akhir dari menjadi bejana kosong di hadapanNya adalah “kita tak akan berarti apa-apa tanpa Tuhan”.

Manna Sorgawi, 14 Januari 2012

Batu Menjadi Mutiara

Yesaya 60:17

Dongeng anak-anak tentang “Si Katak dan Pangeran yang Tampan” mengisahkan tentang seorang pangeran yang melakukan kesalahan, sehingga ia harus menerima kutuk. Kutuk tersebut akan berkahir, jika ia berjumpa dengan seorang putri yang dapat mencintainya, maka ia pun akan berubah kembali menjadi pangeran yang tampan. Demikian pula dengan kisah seekor angsa yang buruk rupa menjelma menjadi putri yang cantik. Dan juga kisa “Beauty and the Beast”.

Dongeng anak-anak ini menanamkan sebuah kebenaran bahwa kutuk akan menjadikan diri kita menjadi “si buruk rupa”. Hanya kasih sejati yang dapat membebaskan kita dari segala kutuk yang menjadi pangkal penyebab dari gersang dan tandusnya kehidupan kita. Kasih setia Tuhan yang besar, sanggup untuk membawa kita dari kutuk kepada berkat, dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib, dari Neraka kepada Sorga, dari kematian kepada kehidupan, dari dunia kepada salib Kristus. Yang kita perlukan hanyalah memercayakan dan memberikan seluruh hidup kita ke dalam tangan kasih Tuhan, maka akan ada satu daya yang bekerja untuk mengubahkan hidup kita. Mengubahkan hidup kita yang sia-sia dan tak berarti menjadi indah, mulia, dan berharga, sehingga kehidupan kita dapat diumpamakan sebagai sebuah batu tak bernilai menjadi mutiara tak ternilai di tangan Tuhan.

Mungkin saat ini kita sedang berada dalam keadaan hidup yang berantakan, yang bergelimang dengan dosa, yang lumpuh di hadapan Tuhan. Percayalah, kasih setia Tuhan sanggup untuk mengubahkan kehidupan kita menjadi mutiara dan harta kesayanganNya. Tuhan hanya meminta kita membuka hati bagi kasihNya dan membawa jalan kehidupan kita berpijak pada jejak-jejak kaki Tuhan. Seperti yang dinyatakan Daud dalam Mzm 85:14, “Membuat jejak kakiNya menjadi jalan kita.” Artinya, Tuhanlah yang berjalan di depan kita., menjadi Pemimpin sejati dalam kehidupan kita. Banyak kali kita berjalan mendahului Tuhan, kita meninggalkan Tuhan jauh di belakang garis kehidupan kita. Itu sebabnya betapa kacaunya kehidupan kita. Buatlah Tuhan menjadi Pemandu jalan kita. Berjalanlah setapak demi setapak bersama dengan Tuhan. Sehingga ketika kita terlah berjalan cukup jauh meninggalkan garis “start”, kita akan menyadari betapa indah dan mulianya berjalan beriring dengan Dia. Kita pun akan berujar bersama-sama dengan Paulus, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” (Flp 3:7-8).

Pilihan ada di tangan kita. Menolak dan mengabaikan kasih Tuhan yang ditawarkan pada kita, atau menerima dan hidup di dalam kasihNya. Mari kita membuat keputusan sekarang apakah tetap mau menjadi katak atau berubah menjadi pangeran yang tampan?

Manna Sorgawi, 13 Januari 2012