Lukas 10 : 38-42
Dr. John G. Mitchell adalah seorang gembala jemaat di Grand Rapids, Michigan. Suatu kali, ia mendengar ada seorang pemuda di gerejanya yang hendak meninggalkan Amerika Serikat untuk menjadi utusan Injil di Cina. Sebelum keberangkatannya dengan kapal laut, pemuda ini mengirimkan telegram kepada Pendeta Mitchell dan meminta gembalanya itu untuk memberi nasihat kepadanya sebagai bekal dalam pelayanannya di ladang misi tersebut. Segera Pendeta Mitchell membalas melalui telegram juga. Nasihatnya sangat singkat, namun maknanya sangat dalam, “Duduklah di kaki Tuhan Yesus, kemudian beritahukan kepada orang-orang Cina apa yang kamu lihat.”
Ketika Tuhan Yesus datang berkunjung ke rumah Maria dan Marta, maka Marta sibuk sekali melayani. Tentu saja sibuk melayani adalah sebuah perbuatan yang baik. Tidak ada indikasi bahwa Marta termasuk orang yang “duniawi”, tidak “rohani”. Ini juga tidak menunjukkan bahwa ia termasuk orang yang serakah di dalam masalah harta. Apa yang dilakukan Marta adalah hal yang biasa dilakukan orang-orang di sana pada waktu itu, yaitu hendak menjamu tamunya dengan baik. Bahkan, ini sebenarnya menunjukkan kemurahan hati dan keramahannya. Namun, kesibukannya ini justru membuatnya terlihat nampak gelisah dan khawatir. Bahkan, yang terpenting di dalam hidupnya, yaitu bersekutu secara pribadi dengan Tuhan Yesus pun menjadi terabaikan. Sikap yang berbeda diambil oleh Maria, ia duduk di dekat kaki Tuhan Yesus dan terus mendengar perkataanNya. Hal ini membuat Marta merasa terganggu dan ia meminta Tuhan Yesus untuk menyuruh saudaranya itu membantunya. Tetapi, Tuhan Yesus malah menegur Marta. Apa yang membuat Marta ditegur? Apakah semata-mata karena kesibukannya melayani? Tentu saja tidak! Yang membuat Marta ditegur oleh Tuhan Yesus adalah karena ia lebih mementingkan pelayanannya ketimbang bersekutu secara pribadi dengan Tuhan Yesus. Sebaliknya, Tuhan Yesus memuji sikap Maria, yang lebih memilih untuk duduk di dekat kakiNya dan mendengar perkataanNya.
Sering kali kita terlalu sibuk dengan aktivitas pelayanan kita, sehingga kita melupakan persekutuan pribadi dengan Tuhan Yesus. Kita terlalu bangga dengan apa yang kita lakukan. Kita lupa bahwa sumber kekuatan kita untuk melakukan pelayanan adalah dari Tuhan Yesus sendiri, di mana itu hanya bisa diperoleh ketika kita memiliki persekutuan pribadi denganNya. Tuhan Yesus senang kita melayani, Tuhan Yesus senang kita terlibat di dalam melakukan pekerjaanNya. Namun, Ia lebih senang jika kita tidak melupakan atau mengabaikan untuk duduk di kakiNya dan mendengar perkataanNya. Seorang yang melupakan atau mengabaikan persekutuan pribadi dengan Tuhan Yesus akan mudah gelisah dan khawatir, seperti Marta. Mari, sediakan waktu untuk persekutuan pribadi dengan Tuhan Yesus, sesibuk apa pun kita. Bahkan, dahulukan persekutuan itu sebelum beraktivitas dan melayani!
Manna Sorgawi, 14 November 2012
“Hakikat kehidupan bukanlah peristiwa-peristiwa besar, melainkan saat-saat keseharian.” – Rose Kennedy